Kemarin sore, aku masih pulang dan menyapa Satpam perumahan
yang biasanya selalu gembira makan mie instan pedas sambil nyanyi-nyanyi.
Sore ini bukan senja yang kemarin,
Bukan bulir dalam seloka rindu.
Sekarang hari hitam yang bernama zenith, hari seorang
bertubuh kekar memanggul kayu berbau tanah.
Nisan yang seharusnya berwarna putih meramu dendam dalam
petir yang terbahasakan.
Kemarin bukan senja yang sama dengan hari ini.
Bahkan neon tua di ujung jalan tak mau lagi menyapa karena
meresa terkhianati.
Lalu pada siapa aku mengadukan diri? Sedang doa tak lagi
pernah sempat terbersit untuk kabur lewat sela-sela gigi.
Aku mencium aroma angin penyesalanmu di tengah bau cukrik yang
serasa anyelir.
Di bawah semilir kenanga bernapas kenagan.
Sore ini soreku dirajam di atas serpihan palawija.
Sore ini bahkan lebih pekat dari secangkir kopi yang kau
minta waktu itu.
Aku pulang lewat depan gang dimana kau memintaku menunggu.
Berdiri di pos Satpam yang melompong.
Kemarin dan sore ini tak ku jumpai lagi Satpam kecil yang
suka nyanyi-nyanyi.
Surabaya, Januari 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar