Jumat, 13 September 2013

KAMAJAYA

Kau bulan nggantung di atas kuncup-kuncup kamboja kuning
terbius gemelitik gelora yang menegangkan syaraf sekujur tubuh
tiba waktu dimana kau rengkuh relung sukma
dengan getir-getir kesangsian jiwa tersudut
hanya karena sebuah kata sepakat
 telah terlekat pada sayap kiri hidup
 


pernahkah kau merasakan,
aku bergeming dalam sunyi,
nggliat dan memekik
bak jangkrik kolaps di pekatnya malam,
saat gempuran cumbu mendadak mengiris-iris nurani
 


kau Rama yang membawa Shinta terbang dari sedih
nembus langit sesak
dan ombak mistis pesisir selatan
tak pernah dapat ku tepis aroma teduh dan basah
di balik kamajayamu
 


entah mengapa Ramaku,
hati ku berteriak mlengking setiap kali
jemparingmu mlesat ke nirwana-nirwanaku
yang begitu lembut dalam deburan dingin
bagai tarak sang Shinta menatap wajahnya
bercermin cepu jingga melik Batara Dewa,
langgut jejak kaki menuju air yang asin
 


Kau Ramaku, singgahsana syahdu risauku,
tak perlu berucap karena ku tahu pasti kau mengerti,
daramu ini jatuh terlalu dalam di leng tanpa dasar.
 


dalam padu warna hitam dan putih
telah kutemukan kasihku,
jawaban atas ketakutanku.
Saat kau pacu desir-desir bena alir darahku
 


Kau tahu  dengan pasti kasihku,
mencintaimu sama saja terjang ombak trengginas pantai selatan.
mencintaimu sama saja bunuh diri
njebur dengan rela hati ke kerak neraka duniawi.



 ku tahu kau takkan sanggup jadi Jalantara untukku, kakanda
dan tabah yang merekah di dadaku hanya butuh
sebentuk teguh dalam keasrepan pirena sengsem sumarasana.



 agar jerit yang nggeliat sukma ini
tak menitik jatuh dalam darah tabahku
agar bisa ku buktikan pada keasingan ini,
bahwa kau bukan hanya Rama
tapi kau lelakiku, mlatining sukma.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar